BIOSEKURITI SAJA TAK CUKUP
Kita
harus mencermati kejadian penyakit unggas di Indonesia yang dalam lima tahun
terakhir cenderung berulang. Ini diungkapkan oleh Tony Unandar, Anggota Dewan
Pakar ASOHI saat ditemui Poultry Indonesia. Dalam kesempatan tersebut, Tony
mengajak untuk bersama-sama memikirkan mengapa kondisi ini bisa terjadi dan
bagaimana mengatasinya. Menurut Tony, seharusnya kondisi ini sudah menjadi
perhatian kita semua terutama pihak yang terkait dengan produksi unggas (ayam)
baik breeding maupun komersial farm.
Saat
ini dalam program penanganan kesehatan hanya terfokus pada biosekuriti,
sehingga jika ada kejadian suatu penyakit dalam jumlah besar yang disalahkan
adalah biosekuriti yang kurang ketat dan atau tidak dijalankan maksimal sesuai
petunjuk. Padahal, biosekuriti bukanlah satu-satunya strategi yang dominan.
“Seperti
contoh, ada sebuah farm kandangnya sudah bagus, manajemennya sudah baik,
biosekuriti bagus tetapi kena penyakit juga. Mengapa bisa terjadi? Kita lupa,
ada penyakit yang bisa ditularkan lewat udara atau airborne disease seperti
misalnya ND. Lalu mengapa ayamnya bisa kena dan tidak tahan dengan serangan
penyakit tersebut,” ungkap Tony.
“Kita
perlu menganalisa strategi kontrol penyakitnya yaitu terkait status umum,
status imunitas, dan strategi penunjang yang diterapkannya. Yang pertama adalah
bagaimana status umum ayam tersebut. Jika makannya tidak rata, pakannya tidak
optimal tentu asupan nutrisinya tidak cukup dan atau tidak uniform. Jika dalam
kandang closed house yang kepadatannya cukup tinggi, sangat mungkin terjadi
asupan nutrisi yang tidak rata atau tidak optimum. Ketika ada bibit penyakit
ganas, ayam yang nutrisinya kurang ini akan menjadi pijakan pertama bibit
penyakit masuk dan memperbanyak populasi. Jadi, jika feeding program dan feed
quality tidak diperhatikan, otomatis asupan nutrisi tidak optimum sehingga
penyakit akan mudah masuk. Ini belum lagi jika ada mikotoksin pada pakan yang
akan memperlemah kondisi pertahanan ayam,” urai Tony.
Kemudian,
lanjut Tony, munculnya stres yang salah satunya dipicu oleh kepadatan kandang
yang tinggi yang pada akhirnya akan melemahkan daya tahan ayam. Selanjutnya
juga adalah kecukupan oksigen. Ayam sekarang tumbuh lebih cepat baik broiler
maupun layer, sehingga jika populasi dalam kandang sangat padat dan atau amoniak
tinggi maka peluang ayam akan kekurangan oksigen sangat besar, yang pada
akhirnya akan melemahkan kondisi umum ayam.
Tiga
poin di atas belum menyentuh biosekuriti, baru mengenai bagaimana status umum
ayam. Tetapi hal inilah yang sering dilupakan peternak. “Kita harus ingat
walapun memakai closed house harus ada penyesuaian dengan kondisi Indonesia
yang beriklim tropis, di mana akan berbeda dengan kondisi closed house tersebut
diproduksi yang umumnya di negara empat musim dengan kondisi kelembaban dan suhu
yang relatif rendah. Harus ada penyesuaian densitas ayam lebih rendah 10-20%
dari asalnya karena menyesuaikan dengan lingkungan Indonesia,” terang Tony.
Faktor
yang kedua adalah status imunitas, yang artinya status kekebalan terhadap bibit
penyakit tertentu. Ketika akan menyusun program vaksinasi lakukan identifikasi
agen patogen alias bibit penyakit yang ada. Identifikasi patogen akan
menentukan jenis vaksin dan kapan diberikan atau bagaimana programnya. Setelah
diketahui baru disusun bagaimana program vaksinasinya.
“Jadi
jangan langsung meng-copy paste program dari farm lain, karena faktor pendukung
dan kualitas bibit penyakit yang menyerang masingmasing farm itu berbeda.
Menyusun program vaksinasi itu ibarat kita mau perang. Kita harus tahu lawannya
siapa, sehingga kita akan bisa tahu pula kapan menyerangnya. Yang sering
terjadi lawan belum datang kita sudah serang duluan,” tegas Tony.
Selanjutnya
program vaksinasi yang disusun harus memenuhi 3 kriteria : 1). Membentuk level
titer yang cukup, 2). Uniformity, keseragaman titer, 3). Persistensi titer,
tinggi dan seragam dari waktu ke waktu. Ketiga poin ini ditentukan oleh jenis
dan program vaksinnya. Jadi kalau salah pilih vaksin dan salah menentukan
program, program vaksinasi yang diberikan tidak mencapai sasaran. Namun
sebaliknya jika status umum jelek, maka status imunitas juga pasti akan
terpengaruh, karena reaksi imunitas membutuhkan nutrisi. Sampai di sini belum
bicara biosekuriti, baru bicara kenapa ayamnya sakit.
Faktor
yang ketiga adalah strategi penunjang (Supporting Strategy), yaitu terkait:
1.
Biosekuriti yang terdiri dari
a.
Menekan populasi patogen yaitu dengan
sanitasi dan desinfeksi rutin serta istirahat kandang yang bertujuan untuk
menekan keganasan dan residu patogen,
b.
Cegah kontak ayam dalam flok dengan
patogen (kontak melalui orang, kendaraan, peralatan, air minum atau vektor) dan
c.
Tingkatkan daya tahan tubuh ayam.
Selama ini kalau bicara biosekuriti umumnya hanya terkait dengan penekanan
faktor b saja.
2.
Komponen penunjang lainnya yaitu
penggunaan preparat supportif, seperti vitamin dan
3.
Evaluasi desinfektan. Desinfektan yang
dipakai haruslah cocok dengan patogen lapangan. Contoh, suatu breeding farm
pakai desinfektan yang mengandung yodium untuk celup/sanitasi roda kendaraan yang
masuk. Padahal kita tahu umumnya stabilitas yodium dalam air tidak tahan lama
sementara di farm baru diganti sekali sehari. Bagaimana bisa efektif?
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegagalankegagalan atau berulangnya
penyakit di suatu farm disebabkan pemahaman kontrol penyakit yang tidak jelas.
Selain itu cuaca yang ekstrim dan fluktuatif, stres internal ayam akibat
produktivitas tinggi, kontaminasi mikotoksin meningkat, secara keseluruhan akan
memicu penyakit berulang dan munculnya outbreak.
0 Response to "BIOSEKURITI SAJA TAK CUKUP"
Post a Comment
semoga bisa bermanfat.