PUYUH,
MUTIARA TERPENDAM
Puyuh
merupakan ternak yang sudah tidak asing lagi. Masyarakat mengenal puyuh dari
telur yang dihasilkannya. Namun sebenarnya, tidak banyak orang yang pernah
melihat puyuh itu sendiri. Mereka hanya mengetahui bahwa telurnya berukuran
kecil dan lazim dikonsumsi sebagai lauk pauk. Puyuh memiliki potensi yang
sangat besar untuk diternakkan. Tingkat adaptasi yang tinggi terhadap
lingkungan membuat puyuh cocok dan mudah diternakkan secara komersial.
Menurut
beberapa peternak, puyuh lebih tahan penyakit dibandingkan dengan ayam ras atau
ayam kampung. Pemeliharaan puyuh cukup mudah, sederhana. Tidak seperti unggas
lain, beternak puyuh bisa dilakukan di lahan yang tidak terlalu luas dengan
modal yang kecil, sehingga bisa dilakukan sebagai usaha sambilan keluarga. Perawatan
untuk 1.000 ekor hanya membutuhkan waktu 30-60 menit.
Namun
jangan salah, keuntungan yang diberikannya sama dengan unggas lainnya. Bahkan
lebih besar, karena harga telurnya selalu di atas biaya operasional. Permintaan
telur puyuh yang sangat tinggi dan pasokan yang masih tergantung dari luar kota
menambah peluang usaha bagi peternak yang ingin membudidayakan puyuh.
Telur
puyuh merupakan sumber protein hewani rendah lemak. Meskipun bertubuh kecil,
puyuh adalah petelur yang andal. Dalam setahun, unggas ini mampu menghasilkan
telur sebanyak 250 – 300 butir. Selain telur, daging dan kotorannya pun
memiliki nilai jual tinggi. Tidak salah jika hewan ini menjadi primadona para
peternak dan dijuluki sebagai mutiara yang terpendam.
Kebutuhan
telur dan daging puyuh konsumsi terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan
pasar masih sangat tinggi, namun baru terpenuhi sebagian kecil saja. Dari data
Slamet Quail Farm permintaan pasar sampai akhir Agustus 2013 ini mencapai
11.000.000 butir per minggu, SQF sendiri baru mampu menyediakan sekitar
3.500.000 butir per minggu. Tidak heran jika saat ini sudah banyak
peternak-peternak puyuh, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Hal ini setidaknya
dapat membantu penyediaan permintaan pasar yang semakin meningkat.
Meskipun
hasil yang diperoleh dari budidaya puyuh sangat menguntungkan, pemeliharaan
puyuh tidak terlepas dari berbagai kendala, salah satunya ketersediaan bibit.
Ketersediaan bibit menjadi masalah yang sangat penting, karena pembibitan puyuh
yang dikelola secara industri masih sedikit, sehingga DOQ masih sangat sedikit
dibandingkan dengan pemintaan pasar. Peternak masih mengalami kesulitan
mendapatkan bibit yang bagus karena selama ini bibit yang dipelihara adalah
bibit lokal dan diperbanyak oleh peternakan dengan mengawinkan sendiri.
Dalam
pengembangan usaha peternakan puyuh ini dibutuhkan bibit yang memadai baik
kualitas maupun kuantitasnya mengingat bibit merupakan salah satu faktor
penentu dalam keberhasilan usaha peternakan. Untuk itu pemilihan bibit yang berkualitas
sangatlah penting. Banyak beredar di kalangan peternak bibit lokal yang
kualitasnya belum dapat dipertanggungjawabkan, karena umur bibit yang tidak
seragam, dari hasil perkawinan satu keluarga (inbreeding). Hal ini berdampak pada penurunan performa maupun
produktivitas puyuh. Implikasinya peternak akan mengalami kerugian atau
keuntungan tidak maksimal.
Dalam
lima tahun terakhir, kebutuhan akan bibit puyuh sudah bisa diatasi dengan
manajemen pola kemitraan antara inti dan plasma sehingga kebutuhan bibit puyuh
DOQ dan telur dapat terpenuhi. Namun, untuk menjamin keunggulan bibit tersebut
perlu adanya program perbaikan pembibitan untuk menghindari terjadinya inbreeding melalui kerjasama pelestarian
bibit puyuh yang baik.
Dalam
pengembangan budidaya puyuh, pemerintah saat ini memberikan perhatian dan
pembinaan. Pemerintah melalui Direktorat Budidaya Ternak telah membina peternak
puyuh yang dilakukan sejak tahun 2006 sampai dengan saat ini dengan memberikan
bantuan melalui dana bantuan sosial APBN Dekon. Tahun 2012, budidaya puyuh
sudah berkembang di berbagai daerah di Tanah Air, terutama di 18 provinsi,
yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Aceh, Bengkulu, Bali, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan,
Gorontalo, Maluku Utara dengan total populasi 7.840.880 ekor.
Adanya
perhatian dan pembinaan dari pemerintah, setidaknya memberikan keoptimisan
kepada peternak puyuh untuk mengembangkan usahanya. Keoptimisan ini hadir
manakala usaha yang mereka tekuni bukan saja menguntungkan, namun
produk-produknya juga mampu memberikan kontribusi nyata terhadap peningkatan
kesejahteraan, kecerdasan dan kesehatan.
Sumber : (Majalah PI
edisi Oktober 2013 hal 17)
0 Response to "PUYUH, MUTIARA TERPENDAM"
Post a Comment
semoga bisa bermanfat.